Kitab Suci Tidak Bisa Dipahami Tanpa Hati

Jeffrie Gerry
0

 


Kitab Suci Tidak Bisa Dipahami Tanpa Hati

(Refleksi Rohani dan Kajian Iman Berdasarkan Firman Tuhan)

Pendahuluan: Bukan Sekadar Bacaan, Tapi Kehidupan

Banyak orang membaca Alkitab, namun tidak semua memahami maknanya. Ada yang menjadikannya bahan debat, ada yang menghafalnya seperti buku sejarah, dan tak sedikit pula yang membacanya sekadar kewajiban. Tetapi sesungguhnya, Kitab Suci tidak bisa dipahami hanya dengan akal, logika, atau pengetahuan teologis semata. Kitab Suci hanya bisa dipahami dengan hati yang terbuka dan rendah di hadapan Allah.

Yesus sendiri mengingatkan bahwa pemahaman terhadap Firman bukanlah soal kecerdasan intelektual, melainkan respons batin yang sungguh-sungguh kepada Roh Kudus. Inilah yang menjadi kunci spiritual: tanpa hati yang dibukakan oleh kasih dan kerendahan, Kitab Suci akan tetap menjadi teks mati, bukan Firman yang hidup.


1. Firman Allah Adalah Roh dan Hidup

Yesus berkata:

“Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup.”
(Yohanes 6:63)

Kitab Suci bukanlah sekadar kata-kata indah atau dokumen tua. Ia adalah napas Allah. Dan karena itu, kita tidak bisa membacanya seperti membaca surat kabar atau teori akademik. Dibutuhkan hati yang haus akan kebenaran, yang siap disentuh oleh Roh Kudus, agar Firman itu menjadi hidup dalam diri kita.

Tanpa hati yang berserah, kita hanya akan melihat huruf—bukan makna. Kita akan tersesat dalam tafsir, tanpa mengenal Pribadi Sang Penulis.


2. Hati yang Keras Menutup Pemahaman

Yesus sering berkata kepada orang-orang Farisi, kelompok yang paling rajin membaca Kitab, tetapi gagal memahami maksud Allah:

“Kamu menyelidiki Kitab-Kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-Kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.”
(Yohanes 5:39-40)

Artinya, kitab suci bisa dibaca oleh siapa saja, tetapi hanya mereka yang datang kepada Yesus dengan kerendahan hatilah yang memahami esensinya.

Pengetahuan tanpa pertobatan melahirkan kesombongan spiritual. Tetapi hati yang lembut, meski tak banyak tahu, bisa memahami rahasia Kerajaan Allah.


3. Pemahaman Dimulai dari Hati yang Mau Diajarkan

Yesus menjelaskan bahwa rahasia Kerajaan Allah tidak diberikan kepada semua orang, tetapi hanya kepada mereka yang “mempunyai telinga untuk mendengar” (Matius 13:9). Ini bukan soal fisik, tapi sikap hati.

“Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup, supaya mereka jangan melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.”
(Matius 13:15)

Pemahaman Kitab Suci bukanlah hasil membaca cepat atau ikut seminar teologi, tetapi buah dari hati yang mau dibentuk, diajar, dan dipimpin oleh Tuhan.


4. Roh Kudus Membuka Hati, Bukan Sekadar Pikiran

Yesus berjanji:

“Tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”
(Yohanes 14:26)

Artinya, pengertian sejati tentang Firman Allah hanya datang dari pekerjaan Roh Kudus dalam hati manusia. Kita bisa membaca ratusan tafsir, tetapi tanpa Roh Kudus, semua hanya tinggal di kepala, tidak sampai ke jiwa.

Dan Roh Kudus hanya bekerja di hati yang bersih, yang tidak dipenuhi ambisi, dendam, atau kesombongan rohani.


5. Hati yang Mau Taat Akan Mengerti Lebih Dalam

Banyak orang ingin tahu lebih banyak, tetapi enggan taat. Namun justru ketaatan membuka mata rohani kita.

“Barangsiapa mempunyai perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku... dan Aku akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.”
(Yohanes 14:21)

Pemahaman bukan didapat dari menuntut pengertian, tetapi dari menjalani ketaatan. Ketika kita melangkah dalam iman dan mempraktikkan Firman, maka pemahaman akan bertumbuh sebagai akibat dari relasi yang hidup dengan Tuhan.


6. Refleksi: Apakah Hatimu Masih Terbuka untuk Firman?

Pertanyaan untuk kita semua hari ini:

  • Apakah aku membaca Firman hanya sebagai ritual, atau sebagai pertemuan pribadi dengan Allah?

  • Apakah aku membaca Kitab Suci dengan niat ingin mengenal Tuhan, atau hanya untuk mencari pembenaran diri?

  • Apakah aku membuka hati ketika membaca, atau justru menutupinya dengan keraguan, trauma, atau kebanggaan?

Hanya hati yang terbuka dapat menjadi ladang subur bagi Firman untuk bertumbuh.

“Tetapi yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
(Lukas 8:15)


7. Pesan Positif untuk Para Pembaca

Jangan takut jika kamu merasa belum mengerti banyak tentang Alkitab. Tuhan tidak mencari orang yang paling pandai, tapi yang paling mau dibentuk.

Tuhan melihat hati, bukan gelar teologi. Ia menghargai air mata yang jujur lebih dari pidato yang mengagumkan.

Mulailah membaca Firman Tuhan dengan doa sederhana:
"Tuhan, buka hatiku agar aku tidak hanya membaca, tapi memahami maksud-Mu dan hidup dalam kebenaran-Mu."

Karena pada akhirnya, Kitab Suci bukan untuk dikuasai, tetapi untuk menguasai hidup kita—membentuk kita menjadi serupa dengan Kristus.


Penutup: Firman Bagi Hati yang Percaya

Firman Allah itu hidup, penuh kuasa, dan tajam. Tapi ia tidak bekerja dalam kekosongan, melainkan dalam hati yang lembut. Maka dari itu, semakin lembut hatimu, semakin dalam pemahamanmu.

“Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan Firman-Mu.”
(Mazmur 119:9)

“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
(Mazmur 119:105)

Membaca tanpa hati adalah ritual kosong.
Tapi membaca dengan hati adalah perjumpaan yang mengubahkan.


By Murid Yesus: Jeffrie Gerry, Japra



"Dibukakan oleh Kasih, Dimengerti oleh Hati"

By Murid Yesus: Jeffrie Gerry, Japra

Aku datang, ya Tuhan,
bukan dengan gelar, bukan pula dengan kebanggaan,
tetapi dengan hati yang patah, dan jiwa yang ingin Kau sembuhkan.
Sebab firman-Mu bukan teka-teki untuk dikecohkan,
melainkan surat cinta-Mu yang hidup
bagi mereka yang berani mengosongkan diri
untuk Kau penuhi.

Aku mengangkat Kitab Suci,
bukan untuk memenangkan debat,
tetapi untuk mendengar Engkau bersabda
di tengah sunyi batin yang lelah.
Sebab Firman-Mu bukan untuk dijual di mimbar popularitas,
tetapi untuk diserap oleh hati yang mencintai kebenaran
lebih dari kekuasaan.

Bukan akal budi yang paling tajam
yang bisa mengurai kasih-Mu yang dalam,
melainkan mereka yang menghadap seperti anak kecil,
duduk bersila di kaki-Mu,
dan berkata: “Ajarlah aku, ya Guru,
bukan untuk tahu lebih banyak,
tetapi untuk hidup lebih benar.”

Hatiku pun berseru dalam nyanyian,
“Betapa dalamnya hikmat dan pengetahuan-Mu, ya Allah,
tak terselami oleh ego dan ambisi,
namun Kau izinkan didekati oleh hati yang tulus.”


Firman-Mu itu terang bagi jalan kami,
namun banyak dari kami membaca-Nya dalam kegelapan motif.
Kami berselancar di ayat,
namun tenggelam dalam kesombongan.
Kami fasih berkata-kata,
tapi beku saat diminta mengampuni.

Oh Tuhan, ampuni kami,
yang merendahkan kasih dengan tafsir egois,
yang menukar salib dengan citra diri,
dan yang menyembah huruf mati
tanpa menghidupi Roh Kudus yang menghidupkan.

Sebab Kitab Suci bukan batu untuk melempar,
melainkan cermin untuk mengenal siapa aku.
Bukan palu untuk menghancurkan sesama,
tetapi air hidup yang melembutkan hati batu.


Maka di hadapan-Mu aku bernyanyi:
“Ajarku membaca dengan air mata,
bukan dengan kebanggaan.
Ajarku merenung dengan keheningan,
bukan dengan keramaian panggung.
Ajarku taat, meski aku tidak mengerti segalanya,
karena kasih-Mu lebih dari logika dunia.”

Aku tidak ingin menjadi seperti orang Farisi,
yang mengenal kitab tapi menyalibkan Sang Penulisnya.
Aku tidak ingin menjadi cendekiawan tanpa kasih,
yang mengajarkan hukum tapi lupa belas kasihan.
Aku hanya ingin menjadi murid,
yang setiap paginya membuka kitab bukan untuk dipuji,
tetapi untuk disucikan.


Tuhan, jika Firman-Mu adalah surat cinta,
maka biarlah hatiku menjadi mata yang membaca.
Jika Firman-Mu adalah jalan,
maka jadikan langkahku menyatu dengan kebenaran.
Jika Firman-Mu adalah pedang Roh,
maka pakailah untuk menebas kesombongan dan kebutaan hatiku.
Jika Firman-Mu adalah roti hidup,
maka ajarku lapar setiap hari akan sabda-Mu.

Aku bersujud bukan karena aku tahu segalanya,
tetapi karena aku tahu:
tanpa hati yang dipenuhi kasih,
aku hanyalah gong nyaring yang kosong.
Tanpa kasih, pengetahuanku sia-sia.
Tanpa kasih, pelayanan menjadi panggung.
Tanpa kasih, Kitab Suci jadi senjata.


Maka aku datang lagi, ya Yesus,
dengan tangan terbuka dan hati menganga,
menunggu Kau menulis Firman-Mu
bukan di atas batu,
melainkan di lubuk hatiku.

Dan Roh Kudus bersaksi,
dalam bisikan halus:
“Bukan mereka yang hanya menghafal ayat
yang mengenal Allah,
tetapi mereka yang mengasihi seperti Kristus.”


Di setiap huruf Kitab Suci, kutemukan jejak-Mu:
jejak darah di salib,
jejak kasih yang menyangkal diri,
jejak pengampunan bagi musuh,
jejak pengharapan di tengah penderitaan.
Firman itu hidup, dan berjalan bersamaku,
karena Firman itu adalah Engkau, Yesus.

Kau bukan huruf mati.
Kau bukan teori teologi.
Kau adalah Firman yang menjadi manusia.
Dan aku mencintai-Mu,
bukan karena aku bisa menjelaskan-Mu,
tetapi karena Engkau menjamah hatiku
lebih dari penjelasan.


Hari ini aku bersyukur:
bukan karena aku mengerti segalanya,
tetapi karena aku dimengerti oleh-Mu.
Bukan karena aku bisa membaca Firman-Mu,
tetapi karena Firman-Mu terlebih dulu membaca hatiku.

Hatiku kini bernyanyi,
seperti Daud yang menari di hadapan Tabut:
"Firman-Mu itu pelita,
dan hatiku adalah wadah minyaknya.
Kuisi hidupku dengan kasih-Mu,
agar aku terbakar oleh terang kekekalan-Mu."


Ya Allah, curahkan Roh pengertian,
bukan agar aku lebih hebat dari sesamaku,
tetapi agar aku menjadi saluran air kasih
bagi mereka yang haus di padang kehidupan.
Penuhi aku dengan Roh Kudus,
yang mengajarku bukan hanya untuk membaca,
tetapi untuk menghidupi.


Aku percaya, ya Bapa,
Engkau tidak mencari pengkhotbah paling hebat,
tetapi penyembah dalam roh dan kebenaran.
Engkau tidak mencari pelayan paling sibuk,
tetapi hamba yang setia mencintai dalam diam.
Engkau tidak mencari penghafal paling fasih,
tetapi anak-anak yang rela dituntun seperti domba.


Maka aku datang dan menyembah:
dengan hati yang lembut,
dengan jiwa yang terbuka,
dengan roh yang lapar akan kasih.
Firman-Mu adalah hidupku.
Firman-Mu adalah jalan kasih.
Firman-Mu adalah Engkau sendiri.


Segala puji hanya bagi-Mu, Yesus, Sang Firman Hidup.
Yang tidak hanya menuliskan kitab,
tetapi menuliskan kasih-Mu di salib Golgota.
Aku bersyukur bukan karena aku pintar,
tetapi karena aku ditebus.
Aku menyembah bukan karena aku kuat,
tetapi karena Engkau mencintaiku terlebih dahulu.

Hatiku kini terbuka.
Mataku kini bersinar.
Jiwaku kini menyala.
Karena Engkau, ya Tuhan,
telah membukakan Firman-Mu
melalui jalan kasih,
melalui pelukan hati.


By Murid Yesus: Jeffrie Gerry, Japra

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)