Kalimat Tuhan yang Tidak Selesai Dibaca: Sebuah Pembelajaran Spiritual dan Refleksi Kehidupan
Pendahuluan: Mengapa Ada Kalimat Tuhan yang Tidak Selesai Dibaca?
Setiap ayat dalam Alkitab memuat kekuatan ilahi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Namun, dalam proses pembacaan manusia terhadap firman Tuhan, seringkali ditemukan bahwa ada ayat-ayat tertentu yang seolah tidak pernah selesai dimengerti atau “dibaca” secara utuh. Apakah ini kesalahan pembaca? Bukan. Inilah misteri indah dari firman Tuhan: ia hidup, dinamis, dan terus berbicara. “Kalimat Tuhan yang Tidak Selesai Dibaca” bukan berarti firman Tuhan tidak lengkap, melainkan karena manusia senantiasa berada dalam proses memahami-Nya secara pribadi dan terus-menerus.
Bagian I: Firman yang Hidup dan Aktif
Dalam Ibrani 4:12 tertulis:
“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.”
Firman Tuhan tidak mati dalam huruf. Ia bukan sekadar dokumen sejarah atau kumpulan perintah, tetapi Roh yang terus berbicara kepada setiap orang sesuai konteks, pengalaman, dan perjalanan hidupnya. Di sinilah letak “ketidakselesaiannya”: satu ayat bisa dibaca hari ini dengan makna tertentu, dan esok hari dengan makna yang sama sekali baru. Hal ini bukan karena ayatnya berubah, melainkan karena pembaca bertumbuh.
Bagian II: Kalimat yang Menghidupkan, Bukan Mengakhiri
Banyak orang membaca Alkitab untuk mencari akhir dari suatu masalah: solusi atas persoalan, jawaban atas doa, atau penghiburan atas luka. Namun firman Tuhan seringkali bukan hanya memberikan jawaban, tapi justru menuntun kepada perjalanan yang lebih panjang. Dalam Mazmur 119:105 dituliskan:
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
Firman Tuhan adalah pelita, bukan peta. Ia tidak menunjukkan seluruh jalan secara sekaligus, melainkan menerangi satu langkah demi satu langkah. Maka dari itu, pembacaan terhadap firman Tuhan tidak pernah selesai. Setiap kalimat membuka pintu pemahaman yang baru.
Bagian III: Ketika Tuhan Berdiam, Kalimat-Nya Masih Berbunyi
Ada masa-masa ketika sepertinya Tuhan diam. Doa tak terjawab, hidup terasa hampa, dan firman seperti tidak relevan dengan keadaan. Namun dalam Yesaya 55:11 Tuhan berjanji:
“Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.”
Kalimat Tuhan tidak pernah sia-sia, bahkan ketika manusia belum dapat menangkap artinya. Kadang, makna firman baru “terbaca” setelah melewati waktu yang panjang dan proses hidup yang berat. Kalimat Tuhan terus bekerja dalam diam dan akan berbicara tepat pada waktunya. Oleh karena itu, pembacaan firman adalah juga penantian.
Bagian IV: Firman Tuhan Sebagai Cermin dan Jendela
Firman bukan hanya bahan bacaan, tetapi juga alat untuk membaca hati sendiri. Dalam Yakobus 1:23-24, dikatakan:
“Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati wajahnya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.”
Firman itu cermin yang menunjukkan siapa kita sebenarnya. Tapi ia juga jendela yang menunjukkan siapa Tuhan. Maka, ketika seseorang membaca firman, ia masuk dalam dialog yang tidak pernah berakhir antara dirinya dan Tuhan. Setiap pembacaan menjadi pengalaman rohani baru, refleksi diri yang lebih dalam, dan penemuan makna yang lebih luas.
Bagian V: Kalimat yang Hidup dalam Tindakan
Yesus berkata dalam Yohanes 6:63:
“Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup.”
Perkataan Tuhan bukan untuk dihafal saja, tetapi untuk dihidupi. Kalimat Tuhan akan tetap “tidak selesai” dibaca bila hanya berhenti dalam nalar atau teori. Firman menjadi selesai—bukan dalam arti final, tetapi menjadi nyata—ketika dihidupi dalam kasih, ketaatan, dan pelayanan.
Refleksi: Apa yang Harus Kita Lakukan?
-
Baca Firman Seperti Pertama Kali
Setiap kali membuka Alkitab, baca dengan hati seperti membaca untuk pertama kalinya. Jangan biarkan pengertian masa lalu membatasi pewahyuan hari ini. -
Beri Ruang untuk Diam
Jangan tergesa-gesa menyelesaikan satu pasal atau satu renungan. Biarkan firman itu tinggal, merenungi hati, dan berbicara perlahan. Banyak kalimat Tuhan dibaca dalam keheningan, bukan hanya dalam suara. -
Bersyukur dalam Ketidakselesaan
Bila suatu ayat tidak langsung dimengerti, jangan frustrasi. Tuhan mungkin sedang membentuk hati untuk mengerti-Nya dalam waktu-Nya. -
Hidupkan Firman dalam Kasih
“Kalimat Tuhan yang Tidak Selesai Dibaca” akan menemukan kelengkapannya dalam tindakan kasih, pelayanan, pengampunan, dan ketaatan.
Pesan Positif untuk Pembaca
Firman Tuhan bukan seperti buku pelajaran yang tamat dibaca dalam satu semester. Ia adalah surat cinta dari Bapa yang ditulis untuk setiap musim hidup anak-anak-Nya. Maka jangan terburu-buru mengakhiri pembacaan. Mungkin kalimat yang terasa tidak selesai hari ini akan lengkap esok, atau mungkin justru kalimat itu dimaksudkan untuk terus berbicara sepanjang hidup kita.
Seperti murid-murid di jalan ke Emaus yang tidak mengenali Yesus hingga saat Ia memecahkan roti (Lukas 24:30-32), demikian pula firman Tuhan terkadang baru menjadi jelas dalam persekutuan, dalam penderitaan, dalam kasih, atau dalam pelaksanaan iman sehari-hari. Kalimat Tuhan tidak pernah benar-benar “selesai” dibaca, karena setiap manusia sedang ditulis Tuhan dalam cerita besar-Nya.
Penutup
Jangan takut bila suatu ayat belum selesai kamu pahami. Jangan kecewa bila firman Tuhan belum menjawab seluruh pertanyaanmu. Kalimat Tuhan bukan sekadar informasi, tetapi undangan untuk perjalanan iman. Dan selama perjalanan itu berlangsung, kalimat-Nya akan terus menyertai, membimbing, menegur, dan mengasihi.
“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” — Matius 24:35
By Murid Yesus — Jeffrie Gerry, Japra
Puisi Pujian dan Penyembahan: “Kalimat Tuhan yang Tidak Selesai Dibaca”
Karya Jeffrie Gerry (Japra)
I
Di tengah sunyi yang memeluk malam,
Saat rembulan menyentuh perih hatiku,
Terdengar lirih kalimat yang tak selesai
Berbisik lembut di relung jiwaku:
"Akulah Alfa dan Omega, yang awal dan yang akhir..."
Namun kalimat itu berhenti di tengah,
Dan aku tenggelam dalam tanda baca-Nya—
Koma penuh makna, jeda penuh kuasa.
II
Tuhan, Engkau bukan hanya suara di padang gurun,
Engkau adalah gema yang tak pernah padam
Menggema di hati orang yang haus dan lapar akan kebenaran.
Kata-kata-Mu bukan sekadar aksara
Namun nyala api dalam rongga dada
Yang membakar kekosongan menjadi pujian
Yang mengubah abu menjadi keindahan.
III
Aku membaca Alkitab bukan sebagai buku,
Namun sebagai napas-Mu yang tertulis,
Kalimat demi kalimat seperti gelombang kasih
Menghantam pantai batinku yang kerontang.
Setiap ayat menjadi air hidup
Setiap firman menjadi pelita,
Namun selalu kurasakan satu hal:
Bahwa kalimat-Mu tak pernah selesai.
IV
Di Yeremia, Engkau menangis bersama umat-Mu.
Di Mazmur, Engkau menyanyikan pengharapan.
Di Yohanes, Engkau berseru: “Sudah selesai!”
Namun di hatiku, Engkau berkata:
"Belum, anak-Ku, belum selesai dalammu."
Dan aku pun bersujud—
Tak karena mengerti,
Tapi karena percaya.
V
Kalimat-Mu hidup,
Mengalir seperti sungai dari takhta kasih
Membasuh luka-luka yang tak bisa kulihat
Menyembuhkan bagian dari diriku yang sudah mati.
Engkau menuliskan kisahku dalam kitab kehidupan
Dengan tinta darah Anak Domba—
Itu kalimat yang tak sanggup kutandai dengan titik.
VI
Ya Tuhan, setiap tarikan nafasku adalah bagian dari firman-Mu
Setiap denyut nadi adalah irama pujian bagi-Mu
Dan setiap air mataku adalah tinta
Yang ikut menulis kisah penyembahan di hadapan takhta-Mu.
Aku bukan lagi pembaca pasif
Aku adalah bagian dari kalimat-Mu yang hidup!
VII
Di taman Getsemani,
Engkau menulis dengan peluh darah,
Kalimat yang tak diselesaikan oleh logika manusia
Namun dimeteraikan oleh kasih yang sempurna.
Salib adalah tanda baca terbesar
Tapi bukan titik—melainkan tanda seru!
"Lihatlah, inilah kasih-Ku yang kekal!"
VIII
Aku tak ingin sekadar membaca-Mu di atas kertas
Aku ingin membaca-Mu di setiap detak hariku
Dalam pagi yang lembut,
Dalam siang yang sibuk,
Dalam malam yang sepi—
Engkau tetap berbicara
Dengan kalimat tak selesai yang membawaku pulang.
IX
Firman-Mu tak pernah basi,
Tak lapuk dimakan waktu
Tak kering ditelan musim
Bahkan angin pun membawa aksara-Mu
Dan dedaunan pun menari dalam pujian kepada-Mu.
Aku iri pada ciptaan-Mu, Tuhan—
Karena mereka tahu cara menyembah tanpa kata.
X
Engkau Tuhan yang menulis di pasir
Yang menulis di loh batu
Yang menulis dalam hati nurani
Yang menulis lewat tubuh yang dipecahkan
Dan darah yang dicurahkan.
Setiap tetesan darah adalah kalimat penyelamatan
Setiap luka-Mu adalah puisi tentang kasih yang tak berujung.
XI
Aku, manusia biasa
Tak punya banyak kata
Namun bibirku tak mampu menahan
Ledakan puji dan sembah.
Engkau adalah simfoni di antara sunyi
Harmoni di tengah kekacauan
Dan ketenangan di badai pikiranku.
XII
Biarlah hidupku menjadi kertas kosong
Yang Engkau isi sesuka-Mu
Tuliskan kisah-Mu di atas diriku
Hapus yang tidak sesuai kehendak-Mu
Garisbawahi yang patut kupelajari
Dan biarkan kalimat-Mu terus tumbuh di dalamku.
XIII
Kalimat Tuhan tak selesai dibaca,
Karena itu bukan hanya untuk dibaca
Namun untuk dijalani
Dihayati
Dibawa masuk dalam doa
Dihidupi dalam kasih.
XIV
Aku tidak mau menyudahi pembacaan
Karena semakin kubaca,
Semakin aku lapar
Semakin aku haus
Semakin aku sadar:
Firman-Mu bukanlah tujuan akhir
Tapi perjalanan tanpa akhir
Yang membawa jiwa ini pulang ke rumah.
XV
Hari ini aku tidak ingin meminta apa-apa
Tidak mohon berkat
Tidak minta mujizat
Aku hanya ingin duduk di hadapan-Mu
Membaca satu huruf saja dari wajah-Mu
Dan kutahu itu cukup
Untuk membuat jiwaku menyembah.
XVI
Engkau menulis di setiap orang yang percaya
Tidak dengan pena,
Tapi dengan Roh-Mu yang Kudus.
Dan Roh itu terus berkata dalam diamku:
"Kasih-Nya tak berujung.
Damai-Nya tak terukur.
Kesetiaan-Nya tak terhapus."
XVII
Maka aku menyerahkan segalanya
Tuhan, hidupku bukan milikku
Rencanaku, waktuku, mimpiku
Ambillah, tuliskan ulang jika perlu
Karena aku hanya ingin jadi bagian kecil
Dari kalimat-Mu yang kekal.
XVIII
Pagi ini, aku tidak menutup Alkitab dengan akhir
Aku menutupnya seperti membuka lembaran baru
Karena aku tahu:
Kalimat Tuhan belum selesai
Ia terus berkata,
Terus menulis,
Terus menghidupkan.
XIX
Tuhan, tulislah aku…
Di tangan-Mu, di hati-Mu
Tulislah dengan tinta surgawi
Agar setiap kali Engkau membaca kembali
Engkau melihat wajah anak-Mu
Yang mencintai-Mu tanpa titik.
By Murid Yesus — Jeffrie Gerry, Japra
Puji syukur bagi Dia,
Yang sabda-Nya tak pernah usang
Dan kasih-Nya tak pernah selesai.